JAKARTA – Glencore raksasa pertambangan global, mengambil langkah strategis terkait produksi kobalt, bahan kunci untuk baterai kendaraan listrik. Dalam respons terhadap pasar kobalt yang melemah, perusahaan ini memutuskan untuk memangkas target produksinya tahun ini hampir 50%, menjadi 35.000—40.000 ton. Keputusan ini mengikuti tren penurunan produksi kobalt sebesar 6% pada 2023.
Langkah Glencore ini didorong oleh kondisi pasar yang dipengaruhi oleh peningkatan pasokan dari CMOC Group di Republik Demokratik Kongo dan peningkatan produksi di Indonesia. Permintaan kobalt juga melambat akibat perlambatan pasar kendaraan listrik dan penjualan barang elektronik.
Pangkasannya yang signifikan juga akan mempengaruhi operasi tambang Mutanda di Kongo, dampaknya tidak hanya terasa pada produksi kobalt tetapi juga pada produksi tembaga perusahaan.
Sementara itu, Glencore juga terlibat dalam inisiatif global untuk pembangunan pabrik baterai berskala besar, seperti Indo-Pacific Net Zero Battery-materials Consortium (INBC). Bersama PT Bakrie & Brothers Tbk. (BNBR) dan Envision Group, mereka menandatangani nota kesepahaman untuk akselerasi pembangunan pabrik baterai berskala jumbo di beberapa negara.
Indonesia sendiri, berdasarkan data Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), berhasil menjadi produsen kobalt terbesar kedua di dunia pada 2022 dengan produksi mencapai 10.000 ton, melampaui Rusia, Filipina, Australia, dan Kanada. Cadangan kobalt Indonesia mencapai 600.000 ton, menunjukkan ambisi pemerintah untuk menjadi pemain utama dalam industri kendaraan listrik.
Deanra
-
Deanra
-
Most Popular
-
1
-
2
-
3
-
4