Jakarta - Terdapat kabar buruk dalam dunia perbankan Indonesia, di mana 4 bank perekonomian rakyat (BPR) harus menutup pintu sepanjang tahun ini, dan semuanya disebabkan oleh tindak kejahatan keuangan (Fraud).
Purbaya Yudhi Sadewa, Ketua Dewan Komisioner (DK) LPS, dengan tegas menyatakan bahwa ini bukan lagi masalah ekonomi yang memburuk, melainkan akibat kesalahan dalam tata kelola bank itu sendiri.
"Ketika keempat BPR ini jatuh, kita melihat kesalahan yang terjadi pada tata kelola mereka, terutama karena adanya kecurangan oleh pihak pengurus yang menggelapkan uang, sehingga membuat bank menjadi korban," jelas Purbaya.
Dalam kejadian terbaru, OJK bahkan mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Persada Guna pada 4 Desember 2023. Keputusan ini diambil berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-84/D.03/2023.
Plt. Kepala OJK Malang Ismirani Saputri menegaskan bahwa BPR Persada Guna sebelumnya telah ditempatkan dalam status pengawasan bank dalam penyehatan sejak 31 Juli 2023, seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
"Otoritas mempertimbangkan bahwa BPR tersebut tidak memenuhi tingkat permodalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ungkap Ismirani melalui keterangan resmi pada Selasa (5/12/2023).
Sebelumnya, BPR Indotama UKM Sulawesi harus tutup karena pemiliknya enggan melanjutkan bisnis perbankan, tidak lagi memiliki simpanan ataupun menyalurkan kredit. BPR Karya Remaja Indramayu (BPR KRI) ditutup pada 12 September lalu karena adanya kecurangan dalam manajemen bank, sementara BPR Bagong Inti Marga (BPR BIM) ditutup pada 3 Februari lalu karena arus keuangan yang tidak sehat.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Persatuan BPR Indonesia (Perbarindo) Tedy Alamsyah menggarisbawahi bahwa persaingan di industri BPR saat ini masih tergolong sehat. Setiap bank memiliki keunikan pasar yang berbeda, dan penurunan jumlah BPR lebih disebabkan oleh konsolidasi dan akuisisi daripada persaingan.
"Jadi memang populasinya berkurang, bukan karena persaingan atau suku bunga, tapi karena terkait dengan kejahatan keuangan," tandasnya.
Tedy Alamsyah juga membenarkan bahwa sejak tahun 2020, jumlah BPR di Indonesia mengalami penurunan, tetapi hal ini lebih banyak disebabkan oleh konsolidasi dan akuisisi. Meskipun beberapa ditutup, dampaknya tidak signifikan dibandingkan dengan total industri.
Berdasarkan data OJK, kredit BPR naik 9,5% YoY menjadi Rp 137,97 triliun dan dana pihak ketiga (DPK) naik 9,6% YoY menjadi Rp 134,67 triliun. Namun, laba tahun berjalan pada periode yang sama mengalami penurunan sebesar 18,9% YoY menjadi Rp 1,9 triliun.
Intervest
Technology Enthusiast 👨💻, Stock Market Enthusiast 🚀
Intervest
Technology Enthusiast 👨💻, Stock Market Enthusiast 🚀
Most Popular
-
1
-
2
-
3
-
4